HAKIKAT
MANUSIA MENURUT PSIKOANALITIK, HUMANISTIK
DAN BEHAVIORISME
Kata manusia berasal dari kata manu
(Sansekerta) atau mens (Latin) yang berfikir, berakal budi, atau homo (Latin)
yang berarti manusia. Secara kodrati, manusia merupakan monodualis. Artinya
selain sebagai makhluk individu, manusia berperan juga sebagai makhluk sosial.
Sebagai makhluk individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri
atas unsur Jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat di pisahkan. Pada
dasarnya manusia diberi kemampuan akal, pikiran dan perasaan sehingga sanggup
berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Setiap manusia senantiasa
akan selalu berusah untuk mengembangkan dirinya untuk memenuhi hakikat
individualisnya.
Manusia sebagai makhluk individu manusia juga sebagai
makhluk sosial yang berarti manusia mempunyai kebutuhan dan kemampuan untuk
berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Dengan kata lain manusia
tidak bisa hidup seorang diri dan membutuhkan kehadiran orang lain. Sebagai
makhluk sosial manusia memiliki perilaku bekerja sama dan bersaing untuk
mengembangkan dirinya dan ini juga merupakan akan menjadi salah satu
keharmonisan dalam kehidupan sosialnya.
A.
Pandangan Psikoanalitik
Tentang Hakikat Manusia
Psikoanalisa ditemukan
di Wina, Austria, oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis merupakan salah satu aliran
di dalam disiplin ilmu psikologi yang memilik beberapa definisi dan sebutan,
Adakalanya psikoanalisis didefinisikan sebagai metode penelitian, sebagai
teknik penyembuhan dan juga sebagai pengetahuan psikologi.
Psikoanalisa menurut
definisi modern yaitu (1) Psikoanalisis adalah pengetahuan psikologi yang
menekankan pada dinamika, faktor-faktor psikis yang menentukan perilaku
manusia, serta pentingnya pengalaman masa kanak-kanak dalam membentuk
kepribadian masa dewasa, (2) Psikoanalisa adalah teknik yang khusus menyelidiki
aktivitas ketidaksadaran (bawah sadar), (3) Psikoanalisa adalah metode
interpretasi dan penyembuhan gangguan mental.
Tokoh
psikoanalitik (Hansen, Stefic, Wanner, 1977) menyatakan bahwa manusia pada
dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat
instingtif. Tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan
psikologis yang sudah ada pada diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya
tetapi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan insting biologisnya.
Menurut Freud tujuan pokok dilakukannya analisis terhadap
aspek-aspek kejiwaan manusia bukan untuk mendapatkan teknik penyembuhan
gangguan jiwa tetapi untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam mengenai
kehidupan kejiwaan pada umumnya. Itulah sebabnya pembahasan tentang kepribadian
menjadi dominan dalam psikoanalisis. Secara garis besar psikoanalisis membahas
kepribadian dari 3 aspek yaitu struktur, dinamika, dan perkembangan.
1.
Struktur
Kepribadian
Struktur
kepribadian seseorang terdiri dari tiga komponen yakni: ide, ego dan super ego.
Masing-masing komponen tersebut merupakan berbagai insting kebutuhan manusia
yang mendasari perkembangan individu. Dua insting yang paling penting adalah
insting seksual dan insting agresi yang menggerakkan manusia untuk hidup dengan
prinsip pemuasan diri. fungsi ide adalah mendorong manusia untuk memuaskan kebutuhannya setiap saat
sepanjang hayat tetapi fungsi ide untuk menggerakkan tersebut ternyata
tidak dapat leluasa menjalankan fungsinya karena menghadapi lingkungan yang
tidak dapat diterobos begitu saja. Banyak pertimbangan yang harus diperhatikan
yang tidak dapat dilanggar begitu saja.
Sedangkan fungsi ego
adalah menjembatani tuntutan ide dengan realitas dunia luar. Dia mengatur dan
mengarahkan pemenuhan ide dalam memuaskan instingnya selalu mempertimbangkan
lingkungannya. Dengan demikian ego lebih berfungsi kepribadian, sehingga
perwujudan fungsi ide itu menjadi tidak tanpa arah.
Dalam perkembangan lebih
lanjut, tingkah laku seseorang tidak hanya ditentukan oleh fungsi ide dan ego
saja, melainkan juga fungsi yang ketiga yakni super ego,
Super ego tumbuh berkat
interaksi antaraindividu dan lingkungannya yang terdiri dari aturan, nilai, moral,
adat istiadat, tradisi, dsb. Dalam hal ini fungsi super ego adalah mengawasi
agar tingkah laku seseorang sesuai dengan aturan, nilai, moral, adat istiadat,
yang telah meresap pada diri seseorang. Dengan demikian super ego memiliki
fungsi control dari dalam diri individu.
Demikianlah bahwa kepribadian seseorang berpusat pada
interaksi antara ide, ego dan super ego menduduki peranan perantara antara ide
dengan lingkungan dan antara ego dengan super ego. Sedangkan peranan ego dalam
menjembatani ide dengan super ego dapat dilihat dalam kaitannya dengan
kecenderungan seseorang untuk berada pada dua ekstrem.
2.
Perkembangan Kepribadian
Perkembangan
kepribadian individu menurut freud, di pengaruhi oleh kematangan dan cara-cara
individu mengatasi ketegangan. Kematangan adalah pengaru asli dari dalam diri
manusia. Menurut Freud kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun
kelima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan penghalusan
struktur dasar itu. Selanjutnya freud menyatakan bahwa perkembangan kepribadian
berlangsung melalui 5 fase, yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah
erogen atau bagian tubuh tertentu yang sensitif terhdap rangsangan. 5 fase itu
adalah :
1. Tahap oral ( sejak lahir
hingga 1tahun )
Sumber kenikmatan pokok yang berasal dari mulut adalah makan. Dua macam
aktivitas oral ini, yaitu menelan makanan dan mengigit, merupakan
prototipe bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Karena
tahap oral ini berlangsung pada saat bayi sama sekali tergantung pada ibunya
untuk memdapatkan makanan, pada saat dibuai, dirawat dan dilindungi dari
perasaan yang tidak menyenangkan, maka timbul perasaan-perasaan tergantung pada
masa ini. Frued berpendapat bahwa simtom ketergantungan yang paling ekstrem
adalah keinginan kembali ke dalam rahim.
2. Tahap anal ( usia 1-3
tahun )
Setelah makanan dicernakan, maka sisa makanan menumpuk di ujung bawah
dari usus dan secara reflex akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot
lingkar dubur mencapai taraf tertentu. Pada umur dua tahun anak mendapatkan
pengalaman pertama yang menentukan tentang pengaturan atas suatu impuls
instingtual oleh pihak luar. Pembiasaan akan kebersihan ini dapat mempunyai
pengaruh yang sangat luas terhadap pembentukan sifat-sifat dan nilai-nilai khusus.
Sifat-sifat kepribadian lain yang tak terbilang jumlahnya konon sumber akarnya
terbentuk dalam tahap anal.
3. Tahap phalik ( usia 3-5
tahun)
Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi
pusat dinamika adalah perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan
mulai berfungsinya organ-organ genetikal. Kenikmatan masturbasi serta kehidupan
fantasi anak yang menyertai aktivitas auto-erotik membuka jalan bagi timbulnya
kompleks Oedipus. Freud memandang keberhasilan mengidentifikasikan kompleks
Oedipus sebagai salah satu temuan besarnya.
Freud mengasumsikan bahwa setiap orang secara inheren
adalah biseksual, setiap jenis tertarik pada anggota sejenis maupun pada
anggota lawan jenis. Asumsi tentang biseksualitas ini disokong oleh penelitian
terhadap kelenjar-kelenjar endokrin yang secara agak konklusif menunjukkan
bahwa baik hormon seks perempuan terdapat pada masing-masing jenis. Timbul dan
berkembangnya kompleks Oedipus dan kompleks kastrasi merupakan
peristiwa-peristiwa pokok selama masa phalik dan meninggalkan serangkaian bekas
dalam kepribadian.
Masa ini
adalah periode tertahannya dorongan-dorongan seks agresif. Selama masa ini.
4. Tahap laten ( usia 5 – awal
pubertas)
Anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi ( seperti mengerjakan
tugas-tugas sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan lainya). Tahapan latensi
ini antara usia 6-12 tahun (masa sekolah dasar).
5. Tahap genital/kelamin (
masa remaja)
Kateksis-kateksis dari masa-masa pragenital bersifat narsisistik. Hal
ini berarti bahwa individu mendapatkan kepuasan dari stimulasi dan manipulasi
tubuhnya sendiri sedangkan orang-orang lain dikateksis hanya karena membantu
memberikan bentuk-bentuk tambahan kenikmatan tubuh bagi anak. Selama masa
adolesen, sebagian dari cinta diri atau narsisisme ini disalurkan ke
pilihan-pilihan objek yang sebenarnya.
B.
Pandangan Behaviorisme
Tentang Hakikat Manusia
Terapi perilaku [behavior therapy] dan pengubahan
perilaku [behavior modification] atau
pendekatan behavioristik dalam psikoterapi, adalah salah satu dari beberapa
“revolusi” dalam dunia pengetahuan psikologi, khususnya psikoterapi. Pendekatan
behavioristik yang dewasa ini banyak dipergunakan dalam rangka melakukan
kegiatan psikoterapi dalam arti luas atau konseling dalam arti sempitnya,
bersumber pada aliran behaviorisme. Aliran ini pada mulanya tumbuh subur di
Amerika dengan tokohnya yang terkenal ekstrim, yakni John Broadus Watson, suatu
aliran yang menitik beratkan peranan lingkungan, peranan dunia luar sebagai faktor
penting di mana seseorang dipengaruhi, seseorang belajar. Pada abad ke-17,
dunia pengetahuan Filsafat ditandai oleh dua kubu besar yakni kubu “empiricism” [physical science] dan kubu “naturalism”
[biological science].
Jika
psikoanalisa memfokuskan manusia hanya pada totalitas kepribadian (yang hanya
tingkah laku yang tidak nampak) tetapi teori ini memfokuskan perhatiannya lebih
menekan pada perilaku yang nampak, yakni perilaku yang dapat diukur, diramalkan
dan di gambarkan.
Manusia,
oleh Teori
behaviorisme disebut sebagai Homo Mechanicus, artinya manusia
mesin. Mesin adalah suatu benda yang
bekerja tanpa ada motif di belakangnya, mesin berjalan tidak karena adanya
dorongan alam bawah sadar tertentu, ia berjalan semata-mata karena lingkungan
sistemnya. Jika mobil kehabisan bensin pasti tidak hidup, jika businya kotor
juga mesin mati, jika unsur-unsur lingkungannya lengkap pasti berjalan lancar.
Tingkah laku mesin dapat diukur, diramalkan dan digambarkan. Manusia, menurut teori behaviorisme juga
demikian. Selain insting, seluruh tingkah lakunya merupakan hasil belajar.
Belajar ialah perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Orang
batak yang di pinggir pantai laut bicaranya selalu keras. Karena lingkungan
menuntut keras, yakni bersaing dengan suara ombak, sedangkan orang jawa yang
hidupnya di perkampungan yang lenggang, bicaranya seperti berbisik-bisik,
karena lingkungan tidak menuntut suara keras, berbisk-bisik pun terdengar.
Behaviorisme tidak memersoalkan apakah manusia
itu baik atau buruk, rasional atau emosional. Behaviorisme hanya ingin mengetahui
bagaimana perilaku manusia dikendalikan oleh lingkungan. Manusia dalam pandangan
teori behaviorisme makhluk yang sangat elastis, yang perilakunya sangat dipengaruhi
oleh pengalamannya. Manusia munurut teori ini dapat dibentuk dengan menciptakan
lingkungan yang relevan. Seorang anak misalnya dapat dibentuk perilakunya
menjadi seorang penakut jika secara sistematis ia ditakut-takuti. Demikian juga
manusia dapat dibentuk menjadi pemberani, disiplin, cerdas, dungu dan
sebagainya dengan menciptakan lingkungan yang relevan.
Dustin &
George (1977), yang dikutip oleh
George & Cristiani (1981), mengemukakan pandangan
behavioristik terhadap konsep manusia, yakni :
1. Manusia di pandang
sebagai individu yang pada hakikatnya bukan individu yang baik atau yang
jahat,tetapi sebagai individu yang selalu berada dalam keadaan sedang
mengalami,yang memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu pada semua jenis
perilaku.
2. Manusia mampu mengonseptualisasikan
dan mengontrol perilakunya sendiri.
3. Manusia mampu
memperoleh perilaku yang baru.
4.
Manusia bisa mempengaruhi perilaku orang lain sama
halnya dengan perilakunya yang bisa dipengaruhi orang lain.
Kesimpulan :
Dalam teori ini manusia dipandang
sangat rapuh tak berdaya menghadapi lingkungan ia dibentuk begitu saja oleh
lingkungan tanpa mampu melakukan perlawanan. Aristoteles, yang dianggap sebagai
cikal bakal teori behaviorisme memperkenalkan teori tabularasa. Yakni bahwa
manusia itu tak ubahnya meja lilin yang siap dilukis dengan tulisan apa saja.
Jika kita berpegang pada teori ini maka kita dapat mengatakan bahwa mahasiswa
dapat dibentuk menjadi apa saja (penurut, pemberontak, dan sebagainya) oleh
dosenya atau Universitasnya, dan untuk itu kurikulum serta alat-alat stimulasi
bisa dirancang.
C.
Pandangan Humanistik
Tentang Manusia
Jika
teori psikoanalisa dan behaviorisme kurang menghargai manusia, karena dalam
psikoanalisa, manusia dipandang hanya melayani keinginan bawah sadarnya, behaviorisme
memandang manusia tak takluknya kepada lingkungan, maka psikologi humanistik
memandang manusia sebagai eksistensi yang positif dan menentukan manusia dipandang
sebagai makhluk yang unik memiliki cinta, kreatifitas, nilai, dan makna serta
pertumbuhan pribadi.
Pusat perhatian teori Humanistik, adalah pada
makna kehidupan, dan masalah ini dalam Psikologi Humanistik disebut sebagai
Homo
Ludens, yaitu manusia yang mengerti makna kehidupan.
Menurut teori psikologi humanistik ini,
setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi (unik) dan
kehidupannya berpusat pada dirinya. Perilaku manusia bukan dikendalikan oleh
keinginan bawah sadarnya (seperti teori psikoanalisa). Bukan pula tunduk pada
lingkungannya (seperti teori behaviorisme), tetapi berpusat pada konsep diri,
yaitu pandangan atau persepsi orang terhadap dirinya, yang bisa berubah-ubah
dan fleksibel sesuai dengan pengalamannya dengan orang lain. Seorang penjahat
yang merasa hebat karena berani nekat dalam perbuatan jahatnya misalya. Karena
pengalamannya dengan jagoan lain yang lebih hebat tetapi baik perilakunya,
dapat saja ia menemukan makna kehidupan, dan kemudian memiliki kosep diri
bahwa ia pasti dapat mengubah dirinya menjadi orang baik.
Adapun prinsip utama
dalam aliran ini adalah :
1. Memahami manusia
sebagai suatu totalitas. Oleh karenanya sangat tidak setuju dengan usaha untuk
mereduksi manusia, baik ke dalam formula S-R yang sempit dan kaku
(behaviorisme) ataupun ke dalam proses fisiologis yang mekanistis. Manusia
harus berkembang lebih jauh daripada sekedar memenuhi kebutuhan fisik, manusia
harus mampu mengembangkan hal-hal non fisik, misalnya nilai ataupun sikap.
2. Metode yang digunakan
adalah life history, berusaha memahami manusia dari sejarah hidupnya sehingga
muncul keunikan individual.
3. Mengakui pentingnya
personal freedom dan responsibility dalam proses pengambilan keputusan yang
berlangsung sepanjang hidup. Tujuan hidup manusia adalah berkembang, berusaha
memenuhi potensinya dan mencapai aktualitas diri. Dalam hal ini intensi dan
eksistensi menjadi penting. Intensi yang menentukan eksistensi manusia.
4.
Melalui mind, manusia mengekspresikan keunikan
kemampuannya sebagai individu, terwujud dalam aspek kognisi, willing, dan
judgement. Kemampuan khas manusia yang sangat dihargai adalah kreativitas.
Melalui kreativitasnya, manusia mengekspresikan diri dan potensinya.
Kesimpulan
:
Menurut
teori ini, manusia selalu berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan
kualitas dirinya. Manusia juga ingin selalu mengaktualisasikan dirinya dalam
kehidupan yang bermakna. Setiap individu bereaksi terhadap situasi yang
dihadapinya sesuai dengan konsep diri yang dimilikinya, dan dunia dimana ia
hidup.kencenderungan batiniah manusia selalu menuju kesehatan dan keutuhan
diri. Jadi, dalm keadaan normal, manusia jalan (pekerjaan, karier atau jalan
hidup) yang mendukung pengembangan dan aktualisasi dirinya.
Contohnya,
teori humanistic dalam pembelajaran cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir
induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran.
D.
Hendaknya
Kita Memandang Hakikat Manusia
a. Manusia
Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup.
Manusia adalah makhluk yang
memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kita sebagai manusia sudah secara alamiah
mengetahui bahwa hidup ini harus dipenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu,
kita harus berusaha sebagaimana caranya memenuhi kebutuhan tersebut, dengan
kita memenuhi kebutuhan hidup tersebut kita dapat beraktifitas secara normal.
b. Manusia Sebagai Makhluk Yang Bersifat
Rasional.
Manusia memiliki sifat rasional yang
bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial. Manusia dapat
berpikir secara rasional artinya manusia dapat berpikir secara logis atau
secara benar telah mempertimbangkan atau tidak berpikir secara sekali saja.
Dengan pemikiran yang rasional manusia tentunya dapat mempertanggung jawabkan
apa yang sudah diperbuat atau dilakukannya. Oleh karena itu, manusia mampu mengarahkan
dirinya baik ke tujuan yang positif maupun yang negative.
c. Manusia
Dalam Menguasai Dirinya.
Manusia mampu mengatur dan mengontrol dirinya
dan mampu menentukan nasibnya, artinya manusia dapat menentukan kemana arah
hidupnya masing-masing dengan cara mengontrol dan mengatur tingkah laku yang
akan diperbuatnya sehingga dapat diterima di masyarakat karena pada dasarnya
manusia itu makhluk sosial yang hidupnya selalu berdampingan satu sama lain.
Kita sebagai manusia harus bisa menjadikan diri sendiri sebagai tolak ukur
untuk menentukan seberapa kuatnya kita untuk menentukan hidup.
d. Manusia Sebagai Makhluk Yang Tidak Pernah
Merasa Puas.
Manusia adalah makhluk yang dalam proses
menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama
hidupnya artinya kita tidak pernah puas dengan apa yang sudah kita dapatkan
meskipun itu sudah baik dalam hidup ini, kita pasti selalu ingin mendapatkan
sesuatu yang lebih dari sebelumnya dan tak akan pernah bisa merasa puas akan
apa yang sudah dicapai dan selalu ingin menjadi berkembang ke arah yang lebih
baik lagi dan lebih tinggi lagi. Dengan
selalu melibatkan dirinya dalam usaha mewujudkan pribadi yang
diinginkan, manusia membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati, dalam hal ini manusia selalu berusaha untuk mewujudkan hidupnya agar
lebih baik. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan
ketidakdugaan dengan potensi yang tak terbatas, manusia itu sebenarnya
mempunyai intelektual yang tak terbatas jika manusia itu sendiri mampu untuk
mengasah kemampuannya dengan baik.
e. Manusia Adalah Mahluk Religius
Manusia
dianugerahi ajaran-ajaran yang dipercayainya demi kemaslahatan dan
keselamatannya. Manusia sebagai mahluk beragama mempunyai kemampuan menghayati
pengalaman diri dan dunianya menurut agama masing-masing. Pemahaman agama
diperoleh melalui pelajaran agama, sembahyang, doa-doa maupun meditasi,
komitmen aktif & praktek ritual. Jauh dekatnya hubungan manusia dengan
Tuhannya ditandai dengan tinggi rendahnya keimanan dan ketaqwaan manusia yang
bersangkutan. Di dalam masyarakat Pancasila, meskipun agama dan kepercayaan
yang dianutnya berbeda-beda, diupayakan terciptanya kehidupan beragama yang
mencerminkan adanya saling pengertian, menghargai, kedamaian, ketentraman dan
persahabatan.
f. Manusia
Dipengaruhi Oleh Lingkungannya.
Manusia
adalah individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan
sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya
tanpa hidup di dalam lingkungan sosial. Lingkungan sosial sangat berpengaruh
dalam kehidupan manusia karena pribadi manusia terbentuk dalam lingkungan
sosial, apabila disekitar tempat tinggal kita baik maka otomatis pribadi kita
akan ikut menjadi baik dan begitupun sebaliknya.
E. Implikasi Psikoanalitik, Humanistik Dan Behaviorisme
Terhadap Tindakan Pendidik Dalam Mendidik
a.
Implikasi Teori Psiko Analitik
1.
Memahami individu.
Seorang guru dan pembimbing dapat memberikan
bantuan yang efektif jika mereka dapat memahami dan mengerti persoalan, sifat,
kebutuhan, minat, dan kemampuan anak didiknya. Karena itu bimbingan yang
efektif menuntut secara mutlak pemahaman diri anak secara keseluruhan. Karena
tujuan bimbingan dan pendidikan dapat dicapai jika programnya didasarkan atas
pemahaman diri anak didiknya. Sebaliknya bimbingan tidak dapat berfungsi
efektif jika konselor kurang pengetahuan dan pengertian mengenai motif dan
tingkah laku konseling, sehingga usaha preventif dan treatment tidak dapat
berhasil baik.
2.
Preventif dan pengembangan individual.
Preventif dan pengembangan merupakan dua sisi
dari satu mata uang. Preventif berusaha mencegah kemorosotan perkembangan anak
dan minimal dapat memelihara apa yang telah dicapai dalam perkembangan anak
melalui pemberian pengaruh-pengaruh yang positif, memberikan bantuan untuk
mengembangkan sikap dan pola perilaku yang dapat membantu setiap individu untuk
mengembangkan dirinya secara optimal.
3. Membantu
individu untuk menyempurnakan.
Setiap manusia pada
saat tertentu membutuhkan pertolongan dalam menghadapi situasi lingkungannya.
Pertolongan setiap individu tidak sama. Perbedaan umumnya lebih pada
tingkatannya dari pada macamnya, jadi sangat tergantung apa yang menjadi
kebutuhan dan potensi yang ia meliki. Bimbingan dapat memberikan pertolongan
pada anak untuk mengadakan pilihan yang sesuai dengan potensi dan kemampuan
yang dimilikinya. Jadi dalam konsep yang lebih luas, dapat dikatakan bahwa
teori Freud dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan proses bantuan kepada
konseli, sehingga metode dan materi yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan individu.
b.
Implikasi Teori psiko Humanistik
Penerapan teori
humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta
didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan
mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan
sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
Psikologi humanistik
memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai
cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk
memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga
tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Fasilitator
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Fasilitator
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
5. Fasilitator
menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Dalam
menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi
dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana
cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu,
seperti peserta didik yang lain.
8. Fasilitator
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta
didik
9. Fasilitator
harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar
10. Dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus
mencoba untuk menganalisis dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
(Dakir, 1993: 65).
Ciri-ciri guru yang fasilitatif
adalah :
1.
Merespon perasaan
peserta didik
2.
Menggunakan ide-ide
peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.
Berdialog dan berdiskusi
dengan peserta didik
4.
Menghargai peserta didik
5.
Kesesuaian antara
perilaku dan perbuatan
6.
Menyesuaikan isi
kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera
dari peserta didik)
7.
Tersenyum pada peserta
didik
Guru-guru cenderung berpendapat bahwa pendidikan adalah pewaris
kebudayaan, pertanggungan jawaban sosial dan bahan pembelajaran yang khusus,
mereka percaya bahwa masalah ini tidak dapat di serahkan begitu saja kepada
peserta didik.
c.
Implikasi Teori Belajar
Psiko Behaviorisme
Ada beberapa implikasi
teori behavioristik dalam pembelajaran, antara lain :
1.
Pembelajaran yang dirancang
dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah
obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar.
2.
Peserta didik dianggap
sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
pendidik
3.
Teori behavioristik dalam
proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi
peserta didik untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri
4.
Karena teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka Peserta
didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas
dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
5.
Tujuan pembelajaran menurut
teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar
sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau
tes
6.
Evaluasi menekankan pada
respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and
pencil test.
F. Peran Penting Yang Diemban Oleh Pendidikan
Dalam Mengembangkan Individu
Menurut
Hasan Langgulung, pendidikan memiliki macam fungsi sebagai berikut:
a.
Menyiapkan generasi muda untuk memegang
peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini
berkaitan erat dengan kelanjutan hidup masyarakat sendiri.
b.
Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkut
dengan peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
c.
Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan
memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi
kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa
nilai-nilai keutuhan dan kesatuan suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup
tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan
berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.
Menyikapi fungsi pendidikan menurut Hasan Langgulung
tersebut diatas, bahwa pendidikan mempunyai tugas penting dalam menyiapkan
calon-calon atau generasi baru yang siap mengelola dan berperan aktif dalam
mayarakat pada masa yang akan datang, kemudian melangsungkan pengkaderan
manusia untukmelanjutkan estafet kehidupan melalui transfer ilmu pengetahuan dari
para orang tua ke generasi muda, dan yang tak kalah penting adalah
mempertahankan kelangsungan kebudayaan dan peradaban yang harus berkelanjutan
dalam kehidupan masyarakat.
Menurut seorang pakar pendidikan Bogardus
memberikan fungsi pendidikan melalui dua macam :
a.
Pendidikan berfungsi untuk memberantas
kebodohan
b.
Menghilangkan salah pengertian
Yang
dimaksud dengan meberantas kebohohan tersebut adalah, melui proses pendidikan
seorang peserta didik akan diberi pelajaran mengenai cara belajar membaca dan
menulis kemudian mengembangkan pengetahuan dan kemampuan intelektual. Ketika
hal tersebut diatas diperoleh peserta didik, maka akan tercipta hasil budi,
yang kemudian menghasilkan tindakan untuk memilih baik dan buruk serta memahami
arti kehidupan baik di dunia maupun di akhirat
Melalui
pendidikan akan menghilangkan kesalah pengertian, yang maksudnya adalah
pendidikan akan memberikan pemahaman bahwa selain kebudayaan yang dimiliki dan
berada dalam lingkungan satu individu, terdapat kebudayaan lainnya. Jika
individu memahami hal tersebut, maka akan mengerti hakikat hidup dalam
bermasyarakat yang menghargai dan bersosial.
Dalam
fungsi Pendidikan yang lain bahwa, pendidikan turut andil dalam memberikan
corak dan arah pada kehidupan pada masyarakat mendatang. Sesuai penjelasan
diatas dengan pendidikanlah bibit atau penerus masa depan yang di didik dan
dibina minat dan bakat sesuai tempat dan keadaan serta keperluan masa depan.
Jika salah dalam mendidik maka akan tercipta generasi-generasi yang tidak sesuai
dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Pendidikan Dalam Perkembangan Manusia
Pendidikan
merupakan sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek
kehidupan. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang
tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan
kualitasnya. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang
perannya di masa datang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa
memiliki hubungan yang signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa
mendatang. Dengan demikian, pendidikan merupakan sarana terbaik untuk
menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan
dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara
intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari
adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia.
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan selalu berkembang, dan selalu dihadapkan pada perubahan zaman. Untuk itu, mau tak mau pendidikan harus didisain mengikuti irama perubahan tersebut, apabila pendidikan tidak didisain mengikuti irama perubahan, maka pendidikan akan ketinggalan dengan lajunya perkembangan zaman itu sendiri.
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan selalu berkembang, dan selalu dihadapkan pada perubahan zaman. Untuk itu, mau tak mau pendidikan harus didisain mengikuti irama perubahan tersebut, apabila pendidikan tidak didisain mengikuti irama perubahan, maka pendidikan akan ketinggalan dengan lajunya perkembangan zaman itu sendiri.
Bagi
perkembangan manusia pendidikan adalah. Pertama, transformasi budaya dari
generasi ke generasi, mempertahankan unsur-unsur esensi dari kebudayaan dengan
membuka diri pada usur positif dari luar. Kedua Pendidikan bertanggung jawab
terhadap generasi masa kini, artinya pendidikan tidak dapat pejam mata terhadap
pengangguran dan harus mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan. Ketiga dalam
tugas yang paling berat pendidikan adalah menyiapkan generasi masa depan dalam
perkembangan kehidupan, yang dulu hidup dalam keadaan tradisional harus
mempersiapkan generasi yang mampu menerobos kehidupan modern dan berperan
aktif.
G. Konsepsi Hakikat Manusia Tercermin Dalam
Pendidikan
Konsepsi hakikat manusia yang tercermin dalam
pendidikan terbagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut:
1. Asas keharusan pendidikan bagi manusia
Asas keharusan pendidikan ada 3 asas
yaitu: Pertama, manusia sebagai makhluk yang belum selesai,
artinya manusia harus merencanakan, berbuat, dan menjadi. Dengan demikian
setiap saat manusia dapat menjadi lebih atau kurang dari keadaanya. Contoh
manusia belum selesai: manusia lahir dalam keadaaan tidak berdaya sehingga
memerlukan bantuan orang tuanya atau orang lain dan selain itu manusia harus
mengejar masa depan untuk mencapai tujuannya sehingga dengan salah satunya
melalui pendidikan manusia bisa mencapai tujuannya. Kedua, tugas
dan tujuan manusia adalah menjadi manusia, yaitu aspek potensi untuk menjadi
apa dan siapa, merupakan tugas yang harus diwujudkan oleh setiap orang. Ketiga,
perkembangan manusia bersifat terbuka, yaitu manusia mungkin berkembang sesuai
dengan kodratnya dan martabat kemanusiaanya, sebaliknya mungkin pula berkembang
kearah yang kurang sesuai. Contoh: manusia memiliki kesempatan memperoleh
kepandaian, sehat jasmani rohani, tata krama yang baik, tujuan hidupnya.
2. Asas-asas Kemungkinan Pendidikan
Ada lima asas antropologi yang mendasari
kesimpulan bahwa manusia mungkin dididik atau dapat dididik. Pertama azas
Potensial, yaitu manusia akan dapat didik karena memiliki potensi untuk dapat
menjadi manusia. Kedua azas Dinamika, yaitu manusia selalu
menginginkan dan mengejar segala yang lebih dari apa yang telah
dicapainya. Ketiga Azas Individualitas, yaitu manusia sebagai
mahluk individu tidak akan pasif, melainkan bebas dan aktif berupaya untuk
mewujudkan dirinya. Keempat Azas Sosialitas, yaitu manusia
butuh bergaul dengan orang lain. Kelima yaitu azas Moralitas,
yaitu manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Sitorus, Martha. 2011. ”Teori
Psikoanalisa Menurut Freud Erikson”. Tersedia: http://marthasitorus.blogspot.com/2011/02/teori-psikoanalisa-freud-erikson-yang.html. Diakses pada: 16 Juli 2015
Anonim. 2010. ”Manusia Menurut Teori
Behaviorisme”. Tersedia: http://mubarok-institute.blogspot.com/2010/10/manusia-menurut-teori-behaviorisme.html. Diakses pada: 16 Juli 2015
Anonim. 2010. ”Manusia Menurut Teori
Psikologi”. Tersedia: http://mubarok-institute.blogspot.com/2010/10/manusia-menurut-teori-psikologi_18.html. Diakses pada: 16 Juli 2015
Anonim. 2012. ”Pendekatan
Psikoanalisis Oleh Sigmund Freud”. Tersedia: http://ilhamkons.wordpress.com/2012/03/07/pendekatan-psikoanalisis-oleh-sigmund-freud/. Diakses pada: 16 Juli 2015
Anonim. 2012. ”Manusia Sebagai
Makhluk Individu”. Tersedia: http://cyntyatya.blogspot.com/2012/03/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan.html. Diakses pada: 16 Juli 2015
Anonim. 2012. ”Hakekat Manusia dan
Pengembangannya”. Tersedia: http://andhy-brenjenk.blogspot.com/2012/02/hakekat-manusia-dan-pengembangannya.html. Diakses pada: 16 Juli 2015
Anonim. 2012. ”Pentingnya
Pendidikan”. Tersedia: http://notezone13.blogspot.com/2012/05/
pentingnya-pendidikan-peran-fungsi-dan.html. Diakses pada: 16 Juli 2015
Anonim. 2012. ”Hakekat Manusia dengan
Pendidikan”. Tersedia: http://dauzbiotekhno.blogspot.com/2012/10/hakekat-manusia-dengan-pendidikan.html. Diakses pada: 16 Juli 2015
Anonim. 2013. ”Hakikat Manusia dan
Pendidikan”. Tersedia: http://majlisdaruth-tholabahsogundoro.blogspot.com/2013/03/hakikat-manusia-dan-pendidikan.html. Diakses pada: 16 Juli 2015
Anonim. Tanpa Tahun. ”Pendidikan
Merupakan Aset Tak Ternilai Bagi Individu dan Masyarakat”.Tersedia: http://www.slideshare.net/mbathutiekhanslludabwdsmw/pendidikan-merupakan-aset-yang-tak-ternilai-bagi-individu-dan-masyarakat. Diakses pada: 16 Juli 2015
Anonim. Tanpa
Tahun. ”Hakekat Manusia dalam Pendidikan”. Tersedia: http://cendekiacenter.wordpress.com/hakekat-manusia-dalam-pendidikan-transformatif/. Diakses pada: 16 Juli 2015