LANDASAN PENGEMBANGAN DAN MODIFIKASI CABANG OLAHRAGA

LANDASAN PENGEMBANGAN DAN MODIFIKASI CABANG OLAHRAGA



A.         Kritik terhadap Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Pembelajaran Penjasorkes menggunakan gerak sebagai media pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Gerak pada Penjasorkes ditujukan terutama untuk mencapai derajat kebugaran jasmani siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran Penjasorkes idealnya dilaksanakan melalui tujuh aktivitas yaitu aktivitas permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, aktivitas senam, aktivitas ritmik, aktivitas air, pendidikan luar kelas dan kesehatan. Hal ini telah disadari oleh guru Penjasorkes, namun masih dijumpai adanya guru Penjasorkes yang membelajarkan siswa dominan menggunakan aktivitas permainan dan olahraga.
Permainan dan olahraga biasanya dimainkan paling tidak oleh 2 (dua) orang pada daerah tertentu dan dimainkan dengan menggunakan alat. Namun, tidak semua permainan dan olahraga memerlukan peralatan, contohnya permainan sentuh yang lebih banyak melibatkan lari dan mengecoh.
Meskipun olahraga pada umumnya diterima sebagai alat pendidikan, namun banyak pula guru yang semakin kritis mempertanyakan keberadaannya, misalnya apakah permainan dan olahraga bermanfaat bagi siswa? Bagaimana permainan dan olahraga diterapkan dan dikembangkan? Serta apakah yang harus menjadi tujuan permainan dan olahraga bagi siswa? Sehubung dengan hal tersebut di atas, berikut ini Agus (2011: 26-29) memapaparkan 7 (tujuh) kritik terhadap pembelajaran Penjasorkes bagi guru yang dominan menggunakan aktivitas permainan dan olahraga. Ketujuh kritik ini selanjutnya dapat dijadikan suatu landasan bagi guru memodifikasi dan mengembangkan permainan dan olahraga.
1.        Permainan dan olahraga hanya untuk siswa-siswa yang terampil

Kecenderungan permainan dan olahraga lebih banyak didominasi oleh siswa yang terampil misalnya dalam permainan bola basket. Siswa yang terampil bermain basket cenderung mendominasi permainan, sedangkan siswa yang keterampilannya bermainnya kurang atau lambang jarang sekali menerima operan bola dari temannya. Secara teoritis siswa yang keterampilan bermainnya kurang atau lamban perlu lebih banyak waktu dan perhatian dalam belajarnya untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Namun melalui pembelajaran dalam bentuk permainan seringkali ia malah ketinggalan.
2.        Permainan dan olahraga hanya untuk surplus energi
Pernyataan guru mata pelajaran lain yang menyebutkan, “Berilah permainan dan olahraga sampai siswa lelah sehingga siap mengikuti pelajaran di kelas.” Pernyataan tersebut seolah-olah bahwa permainan dan olahraga dalam Penjasorkes hanya untuk surplus energi dan istirahat belajar secara kognitif, setelah itu siap lagi untuk belajar kognitif. Secara teoritis, permainan dan olahraga dalam Penjasorkes merupakan alat pendidikan yang bersifat holistik. Siswa tidak hanya lelah secara fisik tetapi mereka belajar keterampilan, afektif dan kognitif.
3.        Permainan dan olahraga hanya untuk kesenangan
Seringkali permainan dan olahraga dalam Penjasorkes diberikan hanya agar siswa senang dan lelah karena terlibat secara aktif. Lebih dari itu, siswa harus mengetahui tujuannya dan belajar meraih tujuan itu melalui terlibat secara aktif dalam permainan dan olahraga. Misalnya siswa belajar mengontrol dan memanipulasi objek atau bola, belajar strategi ofensif dan defensif atau belajar menggunakan keterampilan dalam situasi yang kompleks sehingga dapat meraih kemampuan bermain dalam situasi yang lebih baik. Dengan demkian permainan dan olahraga dapat menyenangkan siswa sekaligus membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan yang jelas.
4.        Permainan dan olahraga mengabaikan prinsip perkembangan
Pelaksanaan permainan dan olahraga seringkali berorientasi pada permainan dan olahraga itu sendiri (subject centered). Pembelajaran seperti ini seringkali tidak sesuai dengan kemampuan siswa karena siswa belum mencapai tingkatan itu. Misalnya, seringkali permainan kecil seperti kasti diberikan kepada siswa yang belum siap menerimanya. Untuk dapat bermain kasti, seorang siswa terlebih dahulu mampu melakukan lempar tangkap dengan baik. Kalau tidak, permainan itu seringkali membahayakan keselamatan siswa dan mengabaikan prinsip perkembangan anak.
5.        Permainan dan olahraga merupakan aktivitas teacher centered
Pelaksanaan pembelajaran permainan dan olahraga seringkali mengabaikan pendekatan student centered. Proses pembelajaran sepenuhnya dikuasai guru. Guru bertindak sebagai perencana, pembuat aturan, mengajarkan peraturannya, mengorganisasikannya, pengendali irama permainan termasuk sebagai wasit. Pendekatan student centered berguna untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam membuat keputusan belajar serta bertanggung jawab terhadap belajarnya seringkali tidak tercermin dalam permainan dan olahraga.
6.        Permainan dan olahraga sering kali membuat siswa pasif
Pelaksanaan pembelajaran permainan dan olahraga seringkali menyebabkan sebagian besar siswa pasif menunggu giliran atau menunggu operan. Pada permainan dan olahraga yang lebih resmi seringkali waktu dihabiskan untuk keperluan managerial misalnya mengelola siswa. Hingga keseluruhan waktu aktif belajar gerak siswa seringkali rendah. Permainan dan olahraga seperti ini hendaknya dimodifikasi hingga semua siswa usahakan aktif belajar dalam waktu yang sama.
7.        Permainan dan olahraga mengabaikan kemajuan belajar siswa
Pembelajaran permainan dan olahraga seringkali menekankan pada belajar bagaimana bermain sesuai dengan aturannya dan bukan belajar tentang strategi dan keterampilan yang mempunya nilai transfer terhadap permainan dan olahraga yang sebenarnya. Olahraga yang sebenarnya menuntut keterampilan dan strategi yang terlalu sulit diberikan sekaligus kepada siswa. Dengan demikian permainan dan olahraga terlalu terfokus pada permainan itu sendiri bukan pada belajar memainkan permainan. Hal ini jelas mengabaikan kemajuan belajar siswa karena terkungkung pada peraturan permainan itu sendiri.

2.2         Manfaat Positif Pembelajaran Permainan dan Olahraga
Sehubung dengan kritik terhadap pembelajaran permainan dan olahraga formal, seperti paparan di atas, maka pembelajaran permainan dan olahraga harus dikembangkan dan dimodifikasi sesuai dengan prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP). Manfaat positif yang akan diperoleh melalui pembelajaran permainan dan olahraga secara DAP ini diungkapkan dalam istilah ‘seseorang yang terdidik jasmaninya (physically educated person)’. Menurut National Association for Sport and Physical Education (NASPE), 1992 (dalam Adang Suherman, 2000: 58) seseorang yang terdidik jasmaninya diklasifikasikan pada 5 (lima) kategori, yaitu:
1.        Memiliki keterampilan-keterampilan yang penting untuk melakukan bermacam-macam kegiatan fisik.
2.        Bugar secara fisik.
3.        Berpartisipasi teratur dalam aktivitas jasmani.
4.        Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatan dalam aktivitas jasmani.
5.        Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat.
Kelima kategori tersebut masih dijabarkan secara rinci ke dalam 20 (dua puluh) karakterisik. Berikut ini dipaparkan karakteristik seseorang yang terdidik jasmaninya (physically educated person) menurut NASPE.
1.        Memiliki keterampilan-keterampilan yang penting untuk melakukan bermacam-macam kegiatan fisik. Terdapat 6 (enam) karakteristik siswa pada komponen ini yaitu:
a.     Bergerak dengan menggunakan konsep-konsep kesadaran tubuh, kesadaran ruang, usaha dan hubungannya.
b.    Menunjukkan kemampuan dalam rangka aneka ragam keterampilan manipulatif, lokomotor dan non-lokomotor.
c.     Menunjukkan kemampuan mengkombinasikan keterampilan manipulatif, lokomotor dan non-lokomotor yang dilakukan secara perorangan maupun dengan orang lain.
d.    Menunjukkan kemampuan pada aneka ragam bentuk aktivitas jasmani.
e.     Menunjukkan penguasaan pada beberapa bentuk aktivitas jasmani.
f.     Memiliki kemampuan tentang bagaimana caranya mempelajari keterampilan baru.
2.        Bugar secara fisik. Terdapat 2 (dua) karakteristik siswa pada komponen ini yaitu:
a.    Menilai, meningkatkan dan mempertahankan kebugaran jasmaninya.
b.    Merancang program kebugaran jasmani sesuai dengan prinsip-prinsip latihan tetapi tidak membahayakan.
3.        Berpartisipasi teratur dalam aktivitas jasmani. Terdapat 2 (dua) karakteristik siswa pada komponen ini yaitu:
a.    Berpartisipasi dalam program pembinaan kesehatan melalui aktivitas jasmani minimal 3 kali per minggu.
b.    Memilih dan secara teratur berpartisipasi dalam aktivitas jasmani pada kehidupan sehari-hari.
4.        Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatan dalam aktivitas jasmani. Terdapat 7 (tujuh) karakteristik siswa pada komponen ini yaitu:
a.    Mengidentifikasi manfaat, pengorbanan dan kejiwaan yang berkaitan dengan teraturannya partisipasi dalam aktivitas jasmani.
b.    Menyadari akan faktor resiko dan keselamatan yang berkaitan dengan teraturnya partisipasi dalam aktivitas jasmani.
c.    Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengembangan keterampilan gerak.
d.   Memahami bahwa hakikat sehat tidak sekedar fisik yang bugar.
e.    Mengetahui aturan, strategi atau perilaku yang harus dipenuhi pada aktivitas jasmani yang dipilih.
f.     Mengetahui bahwa partisipasi dalam jasmani dapat memperoleh dan meningkatkan pemahanan terhadap budaya mejemuk dan budaya internasional.
g.    Memahami bahwa aktivitas jeasmani memberi peluan untuk mendapatkan kesenangan, menyatakan diri pribadi dan berkomunikasi.
5.        Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup terhadap gaya hidup yang sehat. Terdapat 3 (tiga) karakteristik siswa pada komponen ini yaitu:
a.    Menghargai hubungan dengan orang lain yang diperoleh dari partisipasi dalam aktivitas jasmani
b.    Hormat terhadap peraturan yang terdapat dalam aktivitas jasmani sebagai cara untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang hayat.
c.    Menikmati perasaan bahagia yang diperoleh dari partisipasi teratur dalam aktivitas jasmani.

2.3         Memilih dan Mengevaluasi Modifikasi Permainan dan Olahraga
Memilih dan mengevaluasi modifikasi pembelajaran Penjasorkes yang berprinsip DAP tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berikut ini dipaparkan 8 (delapan) azas dapat digunakan untuk memilih dan mengevaluasi modifikasi pembelajaran Penjasorkes. Penilaian yang digunakan adalah apabila semua atau sebagian besar azas ini terpenuhi maka modifikasi yang dikembangkan guru tidak ada masalah, namun apabila sebaliknya disarankan guru tersebut tidak melakukan modifikasi tersebut. Kedepalan azas tersebut adalah:
1.        Mendorong partisipasi maksimal.
2.        Memperhatikan keselamatan (safety).
3.        Membelajarkan efektivitas dan efisiensi gerak.
4.        Memenuhi tuntutan perbedaan kemampuan siswa.
5.        Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
6.        Memperkuat keterampilan yang sudah dipelajari sebelumnya.
7.        Pembelajaran membuat siswa terampil.
8.        Meningkatkan perkembangan emosional dan sosial.
Memodifikasi pembelajaran Penjasorkes harus mampu menjamin sebagian besar siswa belajar dan bergerak dalam waktu yang sama. Artinya modifikasi tersebut mampu mendorong partisipasi maksimal siswa. Partisipasi maksimal siswa ditandai dengan jumlah waktu aktif belajar (JWAB) siswa tinggi dan kesempatan melakukan pengulangan yang banyak. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengevaluasi modifikasi pembelajaran Penjasorkes pada azas pertama ini adalah apakah modifikasi beserta aturannya dapat menjaga keselamatan siswa? Apakah peralatan yang digunakan dalam pembelajaran aman?
Modifikasi pembelajaran hendaknya tidak hanya menyenangkan bagi siswa tetapi lebih dari itu siswa mampu mempelajari keterampilan atau strategi permainan secara efektif. Modifikasi permainan memang perlu menyenangkan dan mengajar anak untuk belajar mentaati peraturan sekaligus siswa belajar mengendalikan gerakan tubuh sehingga mampu bergerak dengan efektif dan efisiensi dan belajar menjadi pemain yang baik. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengevaluasi modifikasi pembelajaran Penjasorkes pada azas ketiga ini adalah apakah modifikasi pembelajaran itu memenuhi perbedaan kemampuan individu? Apakah peralatan yang diperlukan tersedia serta bervariasi sesuai dengan variasi kemampuan siswa yang akan belajar?
Modifikasi pembelajaran Penjaorkes juga memperhatikan tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa. Dalam pembelajaran dijumpai siswa kurang terlibat aktif. Keadaan ini seringkali disebabkan oleh kurang terpenuhinya persyaratan (pre-requisite) siswa bagi segi fisik, keterampilan dan konsep geraknya. Untuk itu modifikasi hendaknya disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengevaluasi modifikasi pembelajaran Penjasorkes pada azas keempat ini adalah apakah modifikasi permainan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa?
Aktivitas permainan seringkali dijadikan aktivitas penerapan artinya keterampilan gerak siswa yang ditunjukkan lebih menekankan pada efektivitas gerak atau keterampilanyang dipelajarinya. Untuk itu modifikasi permainan akan lebih baik ditujukan untuk meningkatkan penguasaa  keterampilan, konsep atau strategi yang sudah dipelajari sebelumnya oleh siswa. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengevaluasi modifikasi pembelajaran Penjasorkes pada azas kelima ini adalah apakah keterampilan, konsep dan strategi yang dipelajari sebelumnya dijadikan dasar dalam memodifikasi permainan tersebut?
Modifikasi pembelajaran Penjasorkes salah satunya ditujukan untuk membuat siswa terampil dalam melakukan geraknya. Gerak yang terampil tentunya diperoleh dari belajar dan latihan yang kontinu dan terstruktur. Keterampilan, konsep dan strategi dapat pula menjadi persyaratan terhadap modifikasi permainan lebih lanjut. Sehingga dengan demikian siswa dapat belajar enjadi pemain yang cerdas atau terampil.
Azas kedelapan dalam menilai dan mengevaluasi modifikasi adalah meningkatkan perkembangan emosional dan sosial. Memodifikasi pembelajaran hendaknya memperhatikan perkembangan emosional dan sosial siswa. Perkembangan emosional ini diharapkan ke arah positif misalnya siswa mau berbagi tempat dan peralatan, jujur apabila melakukan kesalahan gerak, disiplin melakukan gerakan dan lainnya. Sikap lain yang perlu dipelajari secara nyata dan mempengaruhi perkembangan emosional dan sosial siswa yaitu bagaimana mengekspresikan kemenangan dan menerima kekalahan, menghargai perangkat pertandingan (wasit, juri, hakim garis).


DAFTAR PUSTAKA

Suherman, Adang. 2000. Dasar-Dasar Penjaskes. Jakarta: Depdikbud

Wijaya, Made Agus. 2011. Buku Ajar Prinsip-Prinsip Pengembangan dan Modifikasi Cabang Olahraga. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha

http://purbo-negoro.blogspot.co.id/2012/02/prinsip-prinsip-pengembangan-dan.html.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »