KEDUDUKAN EVALUASI PENGAJARAN

KEDUDUKAN EVALUASI PENGAJARAN


A.    Kedudukan Evaluasi
Kegiatan pendidikan di sekolah sering disebut dengan pengajaran dimana secara umum prosesnya disebut teaching and learning process atau proses belajar mengajar (PBM). Secara teoritik kegiatan PBM akan melibatkan paling tidak 5 komponen penting:
1.    Komponen tujuan (Objectives)  yang merupakan target yang terukur yang harus dicapai setelah PBM tuntas dilaksanakan.
2.    Komponen pendidikan atau pengajar dalam hal ini adalah guru dan dosen (teacher, lecturer) yang merencanakan dan akan memandu pelaksanaan PBM.
3.    Komponen peserta didik (student or learnes), yang sering disebut dengan siswa atau anak didik untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, dan mahasiswa untuk jenjang pendidikan tinggi, yang akan menjadi subjek PBM untuk dikembangkan kecakapannya (ability).
4.    Komponen bahan ajar atau materi ajar (knowledges) yang dapat saja berupa seperangkat nilai, pengetahuan, kompetensi, dan atau kemampuan lain yang harus dikuasai peserta didik melalui pengajaran.
5.    Lingkungan belajar (environtmental) yang harus didesain sedemikian rupa berfokus pada upaya memberi dukungan optimal kepada komponen-komponen belajar lainnya.
Komponen PBM ini bersifat terintegrasi dan tidak dapat dipisah-pisahkan, sehingga sering disebut dengan sistem pengajaran (instructional system).
Seorang pendidik paling tidak harus memiliki kecakapan dalam hal merencanakan sistem pengajaran pada lingkup yang paling kecil (micro system) seperti misalnya:
1.    Kecakapan dalam menetapkan tujuan pengajaran (intructional objectives) yang harus dicapai peserta didik setelah pendidikan tuntas dilaksanakan.
2.    Kecakapan memilih dan menetapkan serta menyiapkan bahan ajar (knowledge) yang akan menjadi alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
3.    Kecakapan mendesain perencanaan pengajaran (instructional planning) dengan tepat agar skenario kegiatan pengajaran dari hulu hingga hilir dapat dipedomani oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan tersebut.
4.    Kecakapan melaksanakan pengajaran (learning experience), dimana pendidikan dituntut untuk mampu mengembangkan kegiatan PBM yang efektif agar materi ajar dapat diserap dengan baik dan benar secara optimal oleh peserta didik.
5.    Kecakapan menilai dan membina sistem pengajaran melalui kegiatan evaluasi (evaluation) yang tepat terhadap 4 komponen penting pendidikan.
Kecakapan pendidikan tersebut dikemas dalam sebuah sistem pendidikan dimana seluruh komponen-komponennya terintegrasi dengan solid (operational curriculum). Karena itu keberhasilan pencapaian tujuan yang ingin dicapai di setiap ruang lingkup pendidikan adalah merupakan cerminan keberhasilan sistem. Dengan demikian maka pencapaian tujuan di masing-masing komponen adalah keberhasilan sistem secara keseluruhan, walaupun setiap komponen juga harus mempunyai tujuan-tujuannya­­ sendiri. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan masing-masing komponen atau tujuan sistem terbukti tercapai dengan baik atau tidak, diperlukan kegiatan evaluasi.

B.       Sistem Intruksional
Seorang pendidik yang berada di kelas, di laboratorium atau di lapangan memfokuskan seluruh perhatian dan kemampuannya semata-mata dengan tujuan berupaya mengubah kemampuan dan perilaku para peserta didik. Tujuan untuk mengubah kemampuan dan perilaku peserta didik tersebut dapat dicapai dengan konsepsi-konsepsi pendidikan yang dapat beracuan pada prosedur (procedural oriented) atau beracuan pada tujuan objektif (oriented objectives) sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka kurikulum operasional yang diberlakukan di semua jenjang dan jenis pendidikan dewasa ini, ditentukan oleh sekolah atau pendidik, jadi dapat saja menggunakan konsepsi yang berorientasi pada proses terkuasai atau tidaknya kemampuan-kemampuan yang menjadi tujuan tersebut merupakan indikator tercapai atau tidaknya tujuan belajar yang menjadi salah satu ukuran untuk menggambarkan tingkat keberhasilan atau ketidakberhasilan PBM yang dilaksanakan pendidik.
Konsep pengajaran yang berorientasi pada keberhasilan pencapaian tujuan maupun berorientasi pada proses berkaitan langsung dengan sistem. Untuk itu kegiatan belajar haruslah diatur dalam sebuah sistem yaitu sistem pengajaran. Sebuah sistem pengajaran yang terkecil secara teoritis paling tidak mendukung:
1.    Tujuan pengajaran (objectives) berupa abilities  atau kecakapan-kecakapan apa yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah bagian dari proses atau suatu proses pembelajaran dituntaskan.
2.    Materi aja atau bahan ajar (knowledge)  berupa berbagai pengetahuan atau keterampilan yang harus ditransfer melalui komunikasi yang efektif dalam proses pengajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Materi ajar harus relevan dengan tujuan-tujuan pengajaran.
3.    Pengalaman belajar (learning experience) yang dapat menyangkut metode, media dan alat pendidikan yang akan digunakan untuk mengkomunikasikan bahan ajar, sehingga tujuan pengajaran dapat dicapai secara efektik dan optimal.
4.    Evaluasi hasil belajar (evaluation) yang berkaitan dengan alat dan prosedur pengukuran serta pendekatan penilaian yang digunakan. Tujuannya agar tingkat ketercapaian tujuan pengajaran dapat dirumuskan dengan tepat, sehingga tindakan lanjutan yang diambil juga tepat.
Bagi seorang pendidik 4 komponen pengajaran tersebut merupakan sasaran evaluasi. Salah besar jika seorang pendidik hanya melakukan atau hanya mampu melakukan evaluasi pada salah satu komponen pendidikan tersebut.

C.       Pengertian Tes, Pengukuran dan Evaluasi
Tes adalah suatu teknik pengumpulan data dengan menggunakan peralatan yang spesifik, atau memerlukan prosedur yang tertentu bila menggunakan metode observasi (Danu, 2011:75).
Pengukuran adalah suatu teknik dalam proses penjaringan data atau hasil tes berupa simbol-simbil, misalnya skor atau nilai yang dicapai oleh seseorang. Skor ini dapat digunakan untuk menentukan tingkat karakteristik dana kemampuan siswa (Danu, 2011:76).
Secara umum evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menggunakan hasil pengukuran sebagai alat pembanding dengan standar yang telah ada, dalam upaya memudahkan pengambilan keputusan yang tepat dan rasional (Danu, 2011:77). Keputusan-keputusan penting yang dapat diambil setelah melakukan pengukuran dan evaluasi paling tidak adalah:
1.    Keputusan instruksional, dimana berdasarkan hasil pengukuran akan diperoleh gambaran yang jelas tentang tingkat kelancaran proses belajar-mengajar, kendala yang dihadapi, kegiatan peserta didik dan pendidik, dan sampai dimana PBM berhasil atau tidak berhasil dilaksanakan.
2.    Keputusan kurikuler, yang dibuat berdasarkan informasi tentang pelaksanaan dan tingkat keberhasilan pelaksanaan kurikulum, baik yang menyangkut komponen-komponen maupun keseluruhan. Pengukuran dapat menunjukkan seberapa efektif, seberapa relevan, dan nilai tambah apa yang diberikan setelah pelaksanaan kurikulum.
3.    Keputusan seleksi yang dapat dibuat berdasarkan hasil pengukuran dan evaluasi, dapat meramalkan tingkat keberhasil pendidikan peserta didik. Berdasarkan hasil pengukuran selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut termasuk melakukan perbaikan terhadap berbagai komponen yang diperlukan.
4.    Keputusan penempatan dan klasifikasi yang dibuat berdasarkan informasi yang diperoleh, yang berguna untuk menempatkan calon peserta didik atau menempatkan lulusan pada lapangan kerja.
5.    Keputusan personal yang dibuat berdasarkan informasi yang memberikan gambaran tentang karakteristik personal subyek yang diukur.
Kegiatan evaluasi paling tidak akan mengandung tiga faktor utama yaitu:
1.    Deskripsi (Description) tentang obyek yang akan evaluasi, dimana perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang merupakan produk sistem pengajaran harus dijelaskan, dirinci dan didefinisikan dengan jelas agar dapat diamati dan diukur dengan tepat.
2.    Kriteria (criterion) yang dapat dipertanggungjawabkan, dimana ukuran-ukuran yang akan digunakan untuk menilai suatu obyek evaluasi ditetapkan. Kriteria pengukuran harus relevan, sesuai atau cocok dengan kriteria keberhasilan dilihat dalam hubungannya dengan tujuan atau sasaran program. Menurut Morrison (dalam Sriundy, 2010) suatu kriteria paling tidak harus memenuhi syarat:
a.       Relevan dengan kerangka rujukan dan tujuan-tujuan evaluasi serta tujuan-tujuan program
b.      Diterapkan pada data deskriptif yang relevan dan berkaitan dengan tujuan-tujuan yang harus dicapai program.
3.    Pertimbangan dan keputusan (Judgement) adalah acuan atau dasar pembuatan keputusan berupa penetapan hasil evaluasi pada derajat tertentu. Pemberian pertimbangan tersebut membutuhkan informasi (data) yang akurat, relevan serta dapat dipercaya, agar keputusan yang diambil benar dan mantap.

D.      Dasar-Dasar Evaluasi Pengajaran
Dalam pelaksanaannya evaluasi harus memiliki tujuan-tujuan dan dasar-dasar yang jelas serta argumentasi yang kuat. Dengan demikian penyusunan dan pelaksanaan evaluasi akan dilandasi dengan prinsip-prinsip ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Berikut adalah dasar dari evaluasi:
1.    Pertimbangan filsafati, yang berkatian dengan pertanyaan filosofi apa yang melandasi evaluasi? Mengapa evaluasi perlu dilakukan? Bagaimana cara melakukan evaluasi? Apa yang dihasilkan oleh kegiatan evaluasi?
2.    Pertimbangan psikologi, yang paling tidak menyangkut keterkaitan antara tingkat kesukaran materi ajar dengan tingkat perkembangan peserta didik, serta tingkat kemampuan yang dimiliki peserta didik dengan teori-teori yang dianut dalam pendidikan.
3.    Pertimbangan komunikasi, yang berkaitan dengan kapan evaluasi pengajaran perlu dilaksanakan, apakah dengan cara langsung atau tidak langsung kepada peserta didik?
4.    Pertimbangan kurikulum, dimana isi evaluasi harus relevan dengan materi yang diajarkan, dan materi ajar harus relevan dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan.
5.    Pertimbangan manajemen, dimana pelaksanaan evaluasi pengajaran perlu diorganisasikan berdasarkan individu atau kelompok dan menetapkan pola pengelolaannya.
6.    Pertimbangan sosiologi-antropologi, yang menyangkut kebermanfaatan hasil evaluasi bagi masyarakat, dimana hasil evaluasi harus dapat dijadikan modal dalam mencapai suatu kemajuan.
7.    Evaluation-measurement, dimana dalam evaluasi sering menggunakan prosedur, jenis dan pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara teoritis maupun praktis.

E.       Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Tujuan evaluasi pengajaran dikaitkan dengan perencanaan pengajaran, pengelolaan proses belajar mengajar, tindak lanjut pengajaran/pendidikan baik yang menyangkut peserta didik sebagai individu, kelompok (sekolah atau kelas) maupun kelembagaan adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tingkat kecakapan peserta didik (pencapaian belajar), sebagai cermin dari keberhasilan atau kegagalan proses belajar yang telah dirancang dengan baik.
2.    Untuk mengetahui keefektifan dan keberhasilan PBM dalam mencapai tujuan-tujuan belajar dengan mendeskripsikan secara tepat kekuatan, hambatan, tantangan dan harapan. Selanjutnya hasil evaluasi dapat dijadikan umpan balik dari Pendidik dan Peserta didik dalam merancang pembelajaran berikutnya.
3.    Untuk menentukan tindak lanjut hasil evaluasi, terutama mencari jalan keluar mengatasi hambatan-hambatan yang dialami dan merumuskan langkah-langkah strategis dalam menghadapi tantangan-tantangan ke depan.
4.    Untuk memberi akuntabilitas kepada pemangku kepentingan, sebagai bentuk tanggung jawab Pendidik terhadap apa yang telah dilakukan melalui pengajaran.
Evaluasi pengajaran juga memiliki fungsi yang sangat fital dalam upaya menciptakan sebuah kegiatan pengajaran yang efektif dan efisien. Fungsi-fungsi evaluasi tersebut akan semakin mendekatkan pendidikan pada kemungkinan ketercapaian tujuan-tujuan pengajaran yang telah dirumuskannya. Fungsi-fungsi evaluasi akan menjadi kontrol yang efektif dan obyektif terhadap kualitas komponen-komponen pengajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh pendidik. Fungsi-fungsi evaluasi yang dimaksud antara lain:
1.    Sebagai alat bagi pendidik untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan-tujuan intruksional, atau tingkat ketuntasan yang dicapai oleh peserta didik. Menggambarkan sejauh materi ajar yang harus diajarkan telah dikuasi peserta didik.
2.    Sebagai media yang sangat tepat untuk menemukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh setiap peserta didik dan menelisik kemungkinan adanya potensi yang dimiliki peserta didik untuk dikembangkan secara lebih optimal.
3.    Sebagai bahan yang penting dan valid dalam merancang pemberian umpan balik pada proses pengajaran selanjutnya.
4.    Sebagai dasar penyusunan laporan kemajuan setelah pengajaran dilaksanakan, baik yang menyangkut tumbuh-kembang peserta didik, kinerja pendidik maupun sekolah.
Thorndike (dalam Sriundy, 2010) mengemukakan bahwa keputusan-keputusan yang dapat diambil dari kegiatan evaluasi pengajaran paling tidak menyangkut beberapa komponen penting antara lain:
1.    Keputusan pengajaran
Pengambilan keputusan berkenaan dengan apa yang diajarkan kepada peserta didik baik secara individu, klasikal atau kelompok sangat memerlukan kegiatan pengukuran dan penilaian (evaluasi).
2.    Keputusan hasil belajar
Laporan evaluasi terhadap kegiatan belajar dapat meliputi aspek-aspek yang lebih luas terutama yang menyangkut pengetahuan, keterampilan praktikum maupun motorik, sikap dan perkembangan kesehatan yang harus mewakili tujuan-tujuan intruksional yang telah ditetapkan. Selanjutnya pendidik menjadikan hasil evaluasi tersebut untuk menetapkan beberapa keputusan seperti kelulusan, menetapkan indeks prestasi serta sanksi-sanksi pendidikan lainnya.
3.    Keputusan diagnosa dan perbaikan
Tujuan dan fungsi evaluasi diagnostik adalah untuk mengungkapkan kelemahan dan kekuatan peserta didik dalam menguasai intruksional.
4.    Keputusan untuk penempatan
Hasil evaluasi akan memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan perlakuan yang paling tepat untuk peserta didik, baik mengenal penempatan peserta didik sesuai dengan minat dan kemampuannya maupun bagi upaya pengelompokkan peserta didik.
  1. Keputusan untuk kepentingan seleksi
Menyeleksi kemampuan peserta didik dan menempatkannya pada posisi yang memang sesuai dengan kemampuannya.
6.    Keputusan untuk bimbingan dan penyuluhan
Dapat dijadikan landasan untuk memberikan layanan bimbingan dan penyuluhan dengan lebih tepat sebab informasi dan pertimbangan yang diberikan hasil evaluasi dapat dijadikan dasar oleh konselor untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pendidikan dengan maksimal.
7.    Keputusan yang berkenaan dengan kurikulum
8.    Keputusan yang berhubungan dengan evaluasi kelembagaan

F.        Prinsip Evaluasi
Prinsip umum yang harus dipenuhi menyangkut keterkaitan antara komponen-komponen penting pengajaran:
1.    Prinsip keterpaduan
Perencanaan evaluasi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan tujuan, perencanaan materi ajar dan perencanaan proses belajar mengajar yang menyangkut strategi instruksional, kegiatan pendidik, kegiatan peserta didik dan sarana-prasarana. Hindari kegiatan merencanakan evaluasi setelah PBM selesai dilaksanakan, karena menyebabkan pendidik cenderung akan mengevaluasi hasil belajar, dan bukan mengevaluasi tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran. Jika evaluasi hanya dilakukan terhadap hasil pengajaran maka prinsip keterpaduan sering tidak dapat tercapai. Akibatnya kecakapan yang akan dievaluasi cenderung kecakapan yang berhasil diajarkan pendidik atau kecakapan yang berhasil dikuasai peserta didik saja dan bukan kecakapan-kecapan yang telah di rencanakan. Untuk dikuasai oleh peserta didik lewat PBM.
2.    Prinsip partisipasi aktif
Prinsip ini mewajibkan keterlibatan secara aktif unsur-unsur yang terlibat dalam evaluasi seperti pendidik dan peserta didik. Prinsip ini menyebabkan evaluasi bukan hanya menjadi kepentingan lembaga atau pendidik saja, tetapi juga harus menjadi kebutuhan yang penting bagi peserta didik.
Pendidik harus memfasilitasi dengan aktif sedemikian rupa agar apa yang menjadi tujuan evaluasi dan yang akan dievaluasi dipahami peserta didik, sehingga evaluasi merupakan kegiatan yang menjadi perhatian dan menyenangkan. Jika prinsip ini terpenuhi maka peserta didik akan merasakan kegiatan evaluasi sebagai kebutuhan untuk mengukur dan menguji kemampuannya dan menganggap pendidik hanya mampu melaksanakannya.
3.    Prinsip kontinuitas
Secara umum evaluasi hasil belajar hanya dipahami sebagai kegiatan akhir dari sebuah proses pengajaran, yang tidak perlu direncanakan dengan rinci. Tetapi sebenarnya tidak demikian, kegiatan evaluasi merupakan kegiatan penting berikutnya yang akan menentukan masa depan peserta didik. Jika semua penahapan evaluasi direncanakan dengan baik maka semua pemangku kepentingan akan memiliki pedoman yang pasti dalam mengatur kontribusinya terhadap upaya belajar peserta didik.
4.    Prinsip koherensi
Pada prinsipnya materi ajar yang dipelajari dalam proses belajar-mengajar merupakan upaya untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Maka prinsip koherensi secara logis antara materi ajar yang menjadi bahan evaluasi dengan tujuan pengajaran sangat penting. Seperti diketahui tujuan pengajaran dapat dirumuskan dalam bentuk tujuan intruksional umum atau general intructional objective yang kemudian break down ke dalam tujuan-tujuan intruksional khusus atau specific intructional objectives. Kemudian tujuan-tujuan dari tujuan-tujuan khusus inilah ditetapkan bahwa bahan atau materi ajar yang relevan.
Materi ajar tentulah memiliki ruang lingkup yang tidak sempit, dan tidak mungkin sebuah alat evaluasi akan mampu menguji keseluruhan kecakapan yang dikuasai oleh peserta didik. Untuk itu sangat dibutuhkan kemampuan peserta didik dalam menyeleksi kecakapan-kecakapan penting dari materi ajar. Kecakapan-kecakapan yang dipilih (purposive sampling) haruslah dilakukan dengan cermat dan dengan pertimbangan profesional agar dapat diyakini akan mampu mengukur dengan tepat kompetensi yang ingin diukurnya. Ketepatan ini secara langsung akan berdampak pada ketepatan pengukuran tujuan intruksional. Kegiatan ini tidak akan mendatangkan kesulitan yang berarti bagi pendidik yang berpengalaman (bukan waktu tapi frekwensi), tetapi bagi pendidik yang belum berpengalaman kegiatan seleksi pokok-pokok materi dan aspek yang akan diukur belum tentu mudah, untuk itu perlu direncanakan dengan matang.
5.    Prinsip akuntabilitas
Pada akhirnya semua hasil tes harus dapat dipertanggung jawabkan kepada berbagai komponen yang terkait. Secara moral pertanggungjawaban hasil tes harus dapat diberikan kepada Tuhan karena seorang pendidik melalui kegiatan evaluasinya mewarnai atau bahkan menentukan nasib peserta didik dikemudian hari. Kekeliruan dalam mengevaluasi akan berdampak kepada masa depan peserta didik. Karena itu seorang pendidik harus memiliki moral yang baik dan tingkat kepercayaan kepada Tuhan yang tinggi, jika tidak maka nasib peserta didik dapat dipermainkan akibat praktik evaluasi seenaknya.
G.      Sistem Evaluasi
Evaluasi pengajaran disamping harus memiliki tujuan dan fungsi yang jelas, juga harus jelas sistem evaluasi atau pendekatan yang digunakan. Penentuan pendekatan yang diguanakan untuk menentukan hasil evaluasi (pengambilan keputusan) sesuai dalam keperluannya secara praktis dapat menggunakan tiga pendekatan, yaitu:
1.    Hasil evaluasi dengan pertimbangan ukuran mutlak.
2.    Hasil evaluasi dengan pertimbangan ukuran relatif.
3.    Hasil evaluasi dengan pertimbangan ukuran penampilan (performance).
Masing-masing pendekatan memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda dan dengan kelemahan dan keunggulan yang berbeda pula. Karena itu dalam memilih pendekatan harus berorientasi pada tujuan dilakukannya evaluasi. Berikut akan dibahas satu persatu:
1.    Evaluasi dengan ukuran mutlak
Pendekatan evaluasi dengan kriteria mutlak ini disebut dalam istilah bahasa Inggris dengan “criterion  referenced evaluation”, atau sistem evaluasi acuan patokan (PAP) yaitu evaluasi berdasarkan pada tujuan intruksional yang harus dikuasai peserta didik baik yang menyangkut TIU (sumatif test) maupun TIK (formatif tes).
Jika kriteria keberhasilan pencapaian tujuan pengajaran mutlak ditetapkan 80%, maka bila ada peserta didik yang tidak mampu mengerjakan soal ujian minimal 80% benar, maka dia dikatakan tidak berhasil. Tingkat capaian peserta didik inilah yang sering disebut dengan tingkat keberhasilan belajar atau tingkat penguasaan bahan ajar (mastery level). Pada pendidikan-pendidikan yang bertujuan kompetensi pendekatan ini pasti digunakan titik kriteria yang digunakan untuk menetapkan apakah seseorang kompeten atau tidak ditetapkan terlebih dahulu. Tingkat keberhasilan belajar ini selanjutnya dapat dijadikan patokan untuk menentukan nilai masing-masing peserta didik dalam skala tertentu, seperti skala interval 1-10, atau 1-100 dan sebagainya.
2.    Evaluasi dengan ukuran relatif
Evaluasi dengan ukuran relatif, kriterianya tidak ditetapkan tetapi bergantung pada keberhasilan umum dalam kelompok besar tadi yang dinilai. Pendekatan ini menempatkan posisi nilai seorang peserta didik, sangat bergantung pada norma yang terbentuk dari kondisi kelasnya. Karenanya pendekatan ini dikenal dengan sistem evaluasi acuan norma (PAN) atau norm referenced evaluation.
Kriteria dibuat dengan menghitung rata-rata yang diperoleh kelompok, kemudian dihitung berapa besar penyimpangan nilai setiap peserta didik dari nilai kelompok tersebut. Hasilnya berupa skor penyimpangan yang dapat lebih kecil, sama atau lebih besar dibandingkan dengan nilai rerata kelompok itu
3.    Evaluasi dengan ukuran self performance
Pendekatan ini didasarkan pada performance peserta didik yang dilakukan sebelumnya. Evaluasi dilakukan tidak berdasarkan kriteria tertentu, tetapi berdasarkan kemajuan yang dicapai oleh masing-masing peserta didik. Penilaian seperti ini sangat tepat dilakukan untuk mata pelajaran penjasorkes, bagi anak-anak berkekurangan tatap (pendidikan khusus). Bagi mereka tidak mungkin menetapkan kriteria tertentu yang terpenting adalah adanya perubahan kebugaran, perkembangan fisik, perkembangan motorik, maupun peningkatan sportifitasnya.

H.      Kesalahan-Kesalahan Evaluasi
Menurut Sukarjo dan Nurhasan (1992), adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam evaluasi antara lain adalah:
1.    Kesalahan observasi.
Kesalahan observasi akan menyebabkan kurangnya obyektivitas dalam evaluasi, misalnya:
a.    Kurang teliti dalam mengobservasi.
b.    Kurang menyeluruh aspek yang diobservasi.
c.    Kurang cukup lama waktu yang diberikan.
d.   Teknik observasi yang digunakan kurang tepat.

2.    Kesalahan alat ukur.
Kesalahan alat ukur dapat mengakibatkan tidak tepatnya pemberian nilai, misalnya: reliabilitas yang rendah, validitas yang rendah dan data yang tidak akurat.
3.    Kesalahan proses pengolahan data.
Kesalahan menjumlahkan, mengalikan, membagi dan sebagainya dapat mengakibatkan evaluasi tidak tepat.
4.    Pengaruh pekerjaan terdahulu.
Karena pekerjaan terdahulu baik memungkinkan guru terpengaruh untuk memberikan nilai yang baik pula, sekalipun hasil yang dicapai saat ini kurang memuaskan dan sebaliknya.
5.    Kecenderungan menilai lebih rendah atau tinggi.
Adakalanya seorang guru cenderung atau memberikan nilai rendah, misalnya : 3, 4, 5 dan 6 jarang atau kurang berani memberi nilai 8, 9 atau 10 walaupun hasil ujiannya baik dan sebaliknya ia akan memberi nilai 8 atau 9 walaupun hasil ujiannya rendah.
6.    Pengaruh kesan-kesan luar.
Hal-hal yang dapat  mempengaruhi seorang guru untuk memberi nilai lebih baik antara lain:
a.    Pakaian rapi, bersih dan serasi.
b.    Tingkah laku sopan, wajah manis dan sebagainya.
c.    Tulisan bersih, teratur dan mudah dibaca dan sebagainya.
Sebaliknya kesan-kesan yang kurang menyenangkan akan memengaruhi untuk memberi nilai kurang atau jelek.




DAFTAR PUSTAKA

Budhiarta, Made Danu. 2011. Pendidikan Jasmani Adaptif. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha
Mahardika, I Made Sriundy. 2010. Pengantar Evaluasi Pengajaran. Surabaya: Unesa University Press
Sukarjo dan Nurhasan. 1992. Evaluasi Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Surabaya: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.


















Share this

Related Posts

Previous
Next Post »